Pengalaman Baru
Dag-Dig-Dug.. jantungku berdebar-debar
seperti itu. Seperti mau lompat dan hendak keluar. Yaya, Aku paham, ini sudah
menjadi keputusan. Keputusan yang telah Aku fikirkan dengan matang-matang.
Beberapa bulan yang lalu, tepatnya
awal Februari , sebuah langkah baru kumulai. Niatnya sih Cuma untuk mengisi
liburan saja, tapi kok kanyanya lebih baik dijadikan aktivitas saja yaaa…
Simak Kisahnya… :)
***
Siang itu, matahari sangat terik
sekali. Aku yang berada di dalam rumah saja sudah ampun deh kepanasan. Gimana
kalau Aku yang berada di luar, haduuhh nggak tau deh kaya apa jadinya. Jadi
males banget buat keluar, padahal siang itu Aku sudah janji dengan adikku untuk
berkunjung ke TPA tempat dia belajar. Niatnya sih mau ngelamar jadi guru disitu,
siapa tau dapet.. Itung-itung latihanlah buat jadi calon guru.. hehehe.. Aku
ini kan kuliah di pendidikan, masa ia nggak memulai aktivitas menjadi guru dari
sekarang? Apa kata orang-orang nanti? Iya nggak? Hoho…
So, panas yang nyangat itu bukan jadi
halangan buatku. Aku tetap berangkat dengan sang adik. Kami sama-sama mengayuh
sepeda, menuju TPA yang nggak terlalu jauh dari rumah, paling Cuma memakan
waktu tiga menit aja kok. Sempet ngerasa canggung sih, tapi bisa secepatnya
diatasin kok. Ini kan sebuah niat baik, kenapa juga mesti takut?
Setelah sampai, Aku langsung diantar oleh
adikku ke rumah pemilik TPA. Rumah yang tidak terlalu besar, dan sederhana.
Lalu Aku pun sempat melihat TPAnya hanya terdapat empat kelas. Banyak anak-anak
rame sekali.
Tanpa basa-basi lagi Aku melangkah ke
dalam rumah, tentunya ditemani oleh adikku. Karena di yang lebih kenal. Aku
hanya diam, menunggu adikku saja yang bertindak. Adikku memanggil-manggil
“Umi.. Umi… Umi…” kurang lebih seperti itu. Tidak da jawaban, Aku bantu adikki,
tapi Aku mengucapkan salam.
Akhirnya ada juga yang keluar, dari
sebuah ruangan kecil, buka dari dalam rumah. Dan… Aku pun berbisik-bisik dengan
adikku.
“Itu siapa? Yang punya TPA ini?”
“Bukan Teteh.. Itu namanya Umi Reni.
Umi yang ngajar di kelas Amin.”
Selepas itu Aku hanya menggut-manggut
saja.
Lalu perempuan yang biasa dipanggil
Umi Reni itu, menatapku penuh Tanya. Sedangkan Amin hanya diam saja, tidak
menyapa, dan tidak menjelaskan apa-apa.
Tidak ada yang bicara, Umi Reni pun
yang mendahului.
“Ada apa ya?” ia bertanya, dengan
ramah dibarengi dengan sebuah senyuman yang menghiasi wajahnya.
Aku menghela nafas, lalu menjawab dan
mencoba menyusn kata-kataku itu dengan rapih.
“Begini Umi, Saya Tetehnya Amin mau
ngajar disini. Kira-kira bisa nggak ya?”
“Oh begitu yaa.. Sayang banget, Umi
Ais (kepala sekolah) sedang ada di Pandeglang. Besok Kamu kesini lagi aja ya.
Saya nggak punya kebijakan apa-apa untuk memutuskan. Bagaimana?”
“Yausudah nggak apa-apa Mi. kalau
begitu Sayaminta no Umi Reni ya, biar kalau udah dating tinggal sms gitu Mi.”
“Oh yasudah boleh..”
Kami pun saling menyebutkan nomor hp,
setelah itu besalaman, dan Aku langsung pulang. Sedangkan adikku langsung
menuju kelas, untuk sekolah agama.
***
Setelah menunggu beberapa hari, Aku telah mendapatkan
info terbaru. Setelah Aku menghubungi Umi Reni via sms, ternyata Umi Ais sudah
ada di rumah. Baru saja sampai katanya. Tapi, Aku disuruh kesana agak sorean
saja. Baiklah, pikirku, daripada siang hari, yang sangat terik dan menyengat.
Lebih baik sore hari saja, dengan nuansa senja yang elok.
Siang sudah berlalu, dan sore telah datang.
Aku bergegas menuju TPA, tapi kali ini sendiri, tidak ditemani adikku lagi.
Singkat cerita, sekarang Aku sudah
berada di rumah yang beberapa hari Aku kunjungi dengan adikku. Terlihat sepi,
tapi Aku coba saja, Aku ucapkan salam. Baru satu kali Aku mengucapkan salam,
sosok perempuan keluar. Berbeda dengan yang kemarin, ia keluar dari rumahnya.
Mungkin ini kepala sekolahnya, karena sebelumnya Aku belum pernah bertatap
muka.
Aku bersalaman, dan menjelaskan
maksud kedatanganku kemari.
“Begini Mi, saya Tetehnya Amin. Mau
mengajar disini, kira-kira gimana ya Mi? bisa atau nggak?”
Umi hanya tersenyum, lalu ia pun
bicara.
“Kalau Umi sih nggak apa-apa. Asalkan
jangan mengharapkan bayaran yang lebih, karena Kamu tahu sendiri kan kalau
untuk yayasan agama itu bayarannya nggak seberapa. Yah, itung-itung Kamu
latihan mengajar. Supaya bisa tahu dari sekarang, kalau menajdi guru itu
sebenarnya bukan hal yang mudah. Butuh kesabaran tingkat tinggi. Kamu mengerti
kan maksud Umi?”
“Oh iya Mi, tentu saja. Memang
niatnya mau belajar mengajar kok, jadi ketika nanti menajdi guru sudah
terbiasa.”
“Yasudah kalau begitu besok Kamu
kesini saja lagi ya. Umi tempatkan Kamu menagajar di kelas sore hari. Nggak
keberatan kan?”
“Iya nggak apa-apa kok Mi.. Tapi Saya
harus apa? Itu kan hal yang pertama Mi.”
“Justru itu, besok Kamu datang.
Melihat saja dulu, anak Umi yang mengajar. Minimalnya bisa untuk memimpin
anak-anak untuk berdoa.”
“Baik Mi, besok sore Saya kesini
deh.. Terimaksaih ya Mi atas kesempatannya.”
Aku melangkah, setelah berpamitan
dengan Umi. Pulang, mengayuh sepeda sambil tersenyum. Membayangkan, apa yang
akan terjadi esok hari.
***
Sekarang, Aku berada di depan
komplotan anak-anak. Mereka berjumlah sepuluh orang, mereka muridku yang
pertama. Aku belum terlalu mengenal mereka, tapi dari rona wajah mereka
sepertinya mereka menyukaiku… Aku memulai, dengan kakau. Ini pengalaman
pertamaku, perngalaman pertama mengajar. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar