Pages

Kamis, 29 Mei 2014

Tentang Kami dan Mereka

Aku tak akan gentar
Menghadapi imperealis yang semakin gencar
Dengan mata-mata nanar
Yang bergeliat, terselubung pada semak belukar
Sungguh,
Sampai di akhir zaman
Mereka tak akan pudar
Bersama misi brutal dan kriminal
Lekaslah kita, berteman tegar
Menyadarkan makhluk melanggar
Hingga  berjuang dengan sadar~

AN
Mei, 2014

(H-2 KIP Banten Barat)

Rabu, 28 Mei 2014

Gejolak Ambisi

Linang ini mengalir tanpa terlihat
Ada yang menggigit pada relung terdalam
Ada yang menggebu pada sukma tak bernama
Ada yang bergejolak di langit-langit harapan
Aku penuh sanksi,
Tapi merasa layak berambisi
Tak pernah aku pungkiri
Diri inilah hamba sejati
Sejatinya seorang hamba adalah taat
Taatnya hamba adalah tanpa maksiat
Tanpa maksiat ialah jalankan sesuai syara'
Di sudut-sudut kota
Telah aku dengar gempita
Telah aku saksikan jari-jari mengepal membara
Telah aku dapatkan kabar,
Tentang satu hal
Satu harapan dan satu tujuan
Sejatinya dunia kini gelap
Serta sejatinya juga mereka lah pelita
Pelita-pelita pembawa perubahan
Perubahan sejati,
Dan sebentar lagi
Akan menaungi kami
Allahurobbi....
Inilah diri, yang tetap percaya diri
Membawa risalah dan menjadikannya berjaya lagi.

AN
Masjid Untirta, Mei 2014

(H-3 KIP Banten Barat)

Jumat, 16 Mei 2014

KOALISI JELANG PILPRES: SEKADAR BAGI-BAGI KEKUASAAN


SERANGSpeak Up Your Mind (SPUM), acara mingguan yang diselenggarakan oleh Muslimah Hizbuta Tahrir Indonesia (MHTI) Chapter Kampus Kota Serang hadir kembali. Bertempat di saung FAPERTA (Faklutas Pertanian) UNTIRTA dari pukul 11.00-12.30 WIB. SPUM untuk edisi kali ini membahas tentang “Koalisi Jelang Pilpres: Sekadar Bagi-Bagi Kekuasaan”. Ayu sebagai MC mengungkapkan pertanyaan besar sebelum SPUM dimulai. “Ada apa sebenarnya yang terjadi dengan koalisi yang akan dilakukan oleh para capres dan cawapres dari berbagai partai? Apa yang nantinya akan terjadi? Apakah benar-benar akan terjadi perubahan? Atau akan terjadi kehancuran seperti tahun-tahun sebelumnya?”
Jawaban-jawaban dari pertanyaan pengantar MC tersebut ada dalam pemaparan Choirunnisa (Icha) sebagai pemandu. Icha menjelaskan secara gamblang apa yang terselubung dari maksud koalisi pilpres yang akan diselenggarakan nanti. “Kita lihat saja, tanggal 18 Mei 2014 nanti akan dibuka pendaftaran untuk pilpres”, ujar Icha sebelum memandu acara lebih jauh. “Mengapa parati-partai harus berkoalisi untuk Pilpres? Karena suara yang di dulang dalam pemilihan legislatif  selalu kurang dari 20 persen”, Icha memaparkan latar belakang bisa terjadinya koalisi. Selanjutnya, Icha memaparkan “Dalam model koalisi parpol menunjukan dua karakter, yaitu memburu kekuasaan dan jabatan, serta menggalang suara. Hal yang paling dibutuhkan saat koalisi adalah suara terbanyak, untuk pembagian tugas maka itu urusan nanti. Selain itu, dalam koalisi parpol sama sekali tidak memerhatikan ideologi, yang ada hanya bagaimana cara memenangkan capres-cawapres yang mereka usung. Padahal dalam islam kekuasaan adalah amanah, dan amanah harus diberikan kepada orang yang menguasainya. Namun hal itu berbeda dengan koalisi yang saat ini sedang hangat-hangatnya tersiar di berbgai media.”
Di pertengahan acara, Echa selaku peserta bertanya “Pada hakikatnya tujuan politik bukankah memiliki tujuan yang sama? Jadi tidak ada perbedaan antara politik islam atau sekuler. Lagipula, jika parpol islam bergabung dengan parpol sekuler, bukankah hal itu adalah keputusan yang terbaik yang telah dipikirkan matang-matang?” Pertanyaan langsung dijawab oleh pemandu SPUM, “Ya memang begitu, tapi yang menginginkan Indonesia ini sejahtera siapa? Semua rakyatnya ingin Indonesia sejahtera. Hanya saja, yang dilakukan oleh oleh parpol-parpol sekarang sesuai dengan metode (thariqoh) Rasul apa tidak.” Lalu icha pun mengakahiri “bahwa politik dalam islam adalah yang mengurusi urusan umat, baik di dalam ataupun luar negeri. Bukan parpol seperti saat ini yang sibuk berkoalisi untuk menuruti para pemodal jika telah terpilih nanti.”
Sebelum acara SPUM diakhiri, MHTI Chapter Kampus Kota Serang mengajak para peserta untuk hadir pada acara KIP (Konfrensi Islam Peradaban) yang akan diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir. Acara KIP ini berlangsung di 69 kota di Indonesia. Tepat pada tanggal 1 Juni KIP akan dilaksanakan di GOR indoor Maulana Yusuf Ciceri-Serang dengan 3000 peserta yang akan hadir. Acara ini adalah bentuk kepedulian agar islam bisa diterapkan dalam nauangan Khilafah, dengan tema yang diusung “#IndonesiaMilikAllah, Saatnya Khilafah Mengganti Demokrasi dan Ekonomi Liberal. [AN]

Cinta Kita

Untuk cinta-Nya yang tak pernah kering bahkan kerontang
Jiwa ini akhirnya renta dan tak bersisa
Namun cinta-Nya indah melebihi senja
Lalu masih adakah diantara kita yang masih gemar berdusta?
Tak usah mengelak bahwa kita manusia
Seharusnya kita melayakan diri,
Demi membalas cinta-Nya yang tiada pernah mati~

-AN-
Mei, 2014

Sabtu, 03 Mei 2014

RENUNGAN UNTUK KITA: SEBUAH REFLEKSI DARI NASKAH DRAMA MALAM JAHANAM KARYA MOTINGGO BOESJE*



Naskah drama yang sebenarnya memiliki cerita hampir sama dengan Sayang Ada Orang Lain. Menceritakan masalah yang terjadi di dalam biduk rumah tangga. Konflik yang terjadi di dalam cerita Malam Jahanam dan Sayang Ada Orang Lain, hampir serupa, yaitu dengan hadirnya orang ketiga. Meski dalam cerita Malam Jahanam orang ketiga lebih jelas. Permasalahan biduk rumah tangga yang terlalu rumit dalam kisah ini. Hadirnya orang ketiga, sedangkan orang ketiga tersebut adalah sahabat dari suami itu sendiri. Belum lagi Paijah (istri) yang selalu merasa terbebani dengan sifat suaminya, karena sang suami lebih mencintai burung peliharaannya daripada mencintai istri dan anaknya sendiri. Wajarlah bila sosok Soleman (orang ketiga) bisa mengisi hati Paijah. Lebih parahnya, pasti kisah ini tidak hanya terjadi di dalam sebuah cerita. Melainkan terjadi di dunia nyata, sejak dulu sampai sekarang.

Setelah Membaca Naskah Malam Jahanam
Awal membaca kisah ini sebenarnya saya tidak mengerti cerita ini berkisahkan tentang apa. Sampai harus membaca dua kali, barulah saya mengerti apa yang ada dalam cerita ini. Rupanya, tentang perselingkuhan. Lantas, saya juga bertanya-tanya, mengapa harus diberi judul Malam Jahanam? Rupanya, ada tragedi malam hari yang sangat tak bisa termaafkan. Hanya karena seekor burung, Mat Kontan dan Soleman bisa ingin saling membunuh. Lalu, yang menjadi korban bukanlah diantara keduanya, melainkan Utai. Belum lagi, kasus perselingkuhan antara Paijah dan Soleman yang terkuak, yang mencuat dari pengakuan Soleman sendiri. Disebabkan anak yang ada bersama Paijah itu adalah anak kandung dari  Soleman, bukanlah anak dari Mat Kontan. Belum lagi Soleman memiliki masa lalu yang kelam. Ketika ayahnya ditembak mati lantaran selingkuh dengan istri polisi, ibunya pun juga tukang selingkuh. Baginya, sifat ayahnya itu adalah jahanam, dan ia pun menamai sifat yang melekat pada dirinya adalah jahanam. Alhasil, dirinya pun tak ingin memiliki istri karena takut kelakuannya akan sama seperti ibunya. Pertengkaran yang terjadi antara Mat Kontan dengan Soleman memang berawal dengan sengit, saling mencaci dan mengeluarkan kata-kata tak sopan. Namun, Mat Kontan memiliki hutang jasa kepada Soleman. Sebab Soleman lah yang menolongnya dari tragedi pasir hidup yang dahulu sempat akan merenggut nyawanya. Setiap kali, Mat Kontan diperdengarkan oleh Soleman mengenai masa lalunya itu, ia merasa tak kuasa dan seketika lemah.
Membaca naskah ini adalah hal yang ironi bagi saya. Rupanya kasus-kasus seperti ini tidak hanya terjadi di zaman sekarang, melainkan sejak dahulu. Tentu sajalah, ada sebuah cerita pasti karena ada kisah nyata yang terjadi. Saya tak pernah habis pikir saja, mengapa kisah seperti ini terus-menerus terjadi. Inilah degradasi moral yang terjadi pada masyarakat. Buah dari paham sekularisme; paham yang memisahkan kehidupan dan agama. Padahal, kalau seseorang sudah menanamkan agama pada dirinya, keluarga, masyarakat, dan negara, kisah-kisah seperti ini tidak perlu ada lagi. setidaknya hanya bisa dijadikan sebagai pelajaran atau arsip. Tidak lagi-lagi harus terulang. Kisah sama, dengan zaman dan pelaku yang berbeda. Sekali lagi, ini adalah hal yang ironi bagi saya.

Renungan Untuk Kita, Jadikan Refleksi
Merenung, adalah hal yang pantas untuk kita lakukan setelah membaca naskah drama ini. Setidaknya, kita bisa menggali apa yang mendasari mengapa cerita tersebut bisa sampai dibuat menjadi teks drama. Telah saya katakan di awal tadi, bahwasannya sebuah kisah pasti bisa terjadi karena sebelumnya pernah terjadi dalam kenyataan.
Lantas, apa yang seharusnya direnungkan? Biduk rumah tangga antara Mat Kontan dan Paijah yang semestinya layak untuk kita renungkan. Betapa tidak, membaca naskah ini merupakan suatu pelajaran berharga. Sebagai kaum pemikir, dan intelektual seharusnya kita jangan hanya menjadikan kisah tersebut hanya untuk dinikmati, melainkan juga untuk direnungkan.  Karena jika kisah-kisah yang dibaca hanya untuk direungkan, untuk apa pula kita memiliki otak dan akal. Sama saja kita tidak memfungsikan otak dan akal yang kita miliki, untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Dijelaskan dalam naskah bahwa Mat Kontan adalah pencinta burung, bahkan lebih mencintai burung daripada mencintai istri dan anaknya. Sehingga timbulah ketidaknyamanan bagi si istri karena menerima perlakuan suami yang demikian. Selain itu, Mat Kontan yang sering meninggalkan istrinya sendirian di rumah, sehingga jelas saja terjadi peluang untuk berselingkuh. Apalagi, menurut keterangan pada naskah drama, Mat Kontan adalah seseorang yang sebenarnya tidak bisa memiliki keturunan (mandul).
Semua itu terjadi karena tertanamnya nilai-nilai sekuler pada diri manusia. Maka dari itu, janganlah sampai kita bersikap demikian. Singkirkan nilai-nilai sekuler itu dari dalam diri kita. Semua itu bisa ditempuh dengan terus mengkaji islam, supaya kita sebagai calon ayah dan ibu bisa memahami bagaimana kewajiban dan hak seorang istri, atau pun suami. Saya yakin, jika setiap orang sudah mengjaki secara terus-menerus, tentulah kisah-kisah perselingkuhan tidak akan terjadi lagi.[]

*Oleh: Afnan Faizah
Sebagai tugas mata kuliah Apresiasi Drama
Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia UNTIRTA

Jumat, 02 Mei 2014

PERUBAHAN HAKIKI: TIDAK CUKUP DENGAN PERGANTIAN ORANG DAN REZIM*



Dalam catatan sejarah, Indonesia telah sebelas kali melaksanakan pemilu. Rezim pun telah berganti, dari masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi yang masih dipertahankan sampai saat ini. Selama pergantian rezim, serta pemimpin nampaknya Indonesia tidak menunjukan perubahan yang semakin membaik. Justru yang terjadi, semuanya malah menjadi terpuruk dan tentu jauh dari kata sejahtera. Padahal rezim telah runtuh dari satu rezim ke rezim yang lain, dan semuanya itu menuntut hal yang sama; yakni perubahan.
Pemilu yang telah dilangsungkan beberapa minggu lalu, seolah menjadi kepercayaan bahwa Indonesia akan lebih baik untuk lima tahun ke depan; khususnya. Masih banyak masyarakat yang masih percaya, bahwa dengan jalan pemilu lah Indonesia masih bisa selamat. Memang pemilu merupakan salah satu uslub (cara) yang boleh ditempuh dalam memilih seorang pemimpin. Akan tetapi, pemilu ini hanya dijadikan satu-satunya cara untuk pemerolehan kekuasaan.
Telah kita ketahui, bahkan telah menjadi rahasia umum. Bahwa calon legislatif telah banyak yang menjadi gila karena tidak terpilihnya untuk menduduki kursi legislatif. Tak sedikit juga para calon yang awalnya berniat tulus memberikan bantuan kepada masyarakat, tapi karena tidak terpilih orang tersebut menarik kembali pemberiannya. Tidak sedikit pula masyarakat yang buta akan hal ini. Akan tetapi semuanya sangat disayangkan, karena dengan fakta yang ada masyarakat masih mempercayai pemilu dalam sistem demokrasi seperti sekarang.
Saatnya Perubahan Hakiki: Bukan Orang, Bukan Rezim
Rezim telah berganti, rakyat selalu menuntut perubahan seiring bergantinya rezim. Orde Lama berganti menjadi Orde Baru, lagu berganti lagi menjadi Reformasi. Semua itu telah terjadi melalu proses yang panjang. Hanya saja sangat disayangkan, dengan proses yang panjang tersebut Indonesia bukan semakin maju tetapi malah semakin mundur. Belum lagi, pergantian orang yang setiap lima tahunnya terjadi. Menetapkan aturan yang tidak pro terhadap rakyat, melainkan pro terhadap dirinya sendiri (penguasa) dan pengusaha. Tidak dipungkiri, carut marut dan kebobrokan terlihat dari segala aspek.
Diantaranya adalah pada tahun 1967 DPR mengeluarkan UU PMA (Undang-undang Penanaman Modal Asing) bagi masuknya Freeport. DPR Pasca Reformasi pun menyempurnakan penguasaan asing di Indonesia melalui UU Penanaman Modal, UU Perbankan, UU Minerba, UU Migas, UU Sumber Daya Air, dll. Gunung emas yang terdapat di Papua, bukanlah lagi menjadi gunung semenjak dikelola oleh PT.Freeport, yang terjadi gunung tersebut berubah menjadi lembah yang amat dalam jika dilihat dari tampak atas. Lalu dari produksi minyak di Indonesia 90% nya dikuasai oleh asing, yakni Total (30%), Exxon Mobil (17%), Vico (BP-Eni Joint Venture, 11%), Conoco Phillips (11%), BP (6%), dan Chevron (4%) (sumber: Kementrian ESDM, 2008). Selanjutnya kasus yang tak pernah luput dari berita di televis adalah tentang nasib para TKW yang mengadu nasib di negeri orang. Ada yang sampai ingin di hukum mati, tapi kebanyakan dari penguasa hanya melakukan solusi secara parsial (sebagian). Belum lagi kemiskinan yang sangat kental di Indonesia, kemiskinan menjadi salah satu komponen yang sangat sulit terputus untuk kemajuan Indonesia. Menurut (Media Indonesia, 2006) 100 juta  (50%) penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut (BPS, 2009) angka pengangguran bertambah menjadi 113, 74 juta orang. Fakta tersebut telah diteliti beberapa tahun yang lalu. Bisa jadi untuk tahun sekarang angka-angka tersebut akan naik drastis. Karena sudah banyaknya totonan tentang keterpurukan rakyat yang ditayangkan di televisi. Tidak pernah ada celah sedikitpun, seseorang bisa aman dan nyaman untuk tinggal di negara ini.
Demokrasi merupakan sumber masalah dari semua ini. Demokrasi jelas telah menghasilkan orang dan rezim yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Demokrasi melahirkan orang-orang yang tidak memiliki hati nurani, pragmatis, dan ingin selalu untung. Indonesia memang telah berganti orang dan rezim sacara berulang-ulang. Akan tetapi sekali lagi, semua itu tidak menjadikan Indonesia semakin maju. Harusnya ada perubahan mendasar atas semua problematika yang terjadi pada negara ini. Perubahan solutif yang dapat mengentas segala keterpurukan yang terjadi. Perubahan yang bukan dari pergantian orang dan rezim. Memang, masih banyak orang baik di Indonesia ini, bahkan sangat banyak. Tapi dari kejadian-kejadian yang pernah terjadi, orang-orang baik tersebut tidak mampu untuk mewarnai. Yang ada mereka malah ikut terwarnai, dan ikut-ikutan menjadi tidak baik. Lantas, perubahan apa yang harusnya diusung sampai di terapkan oleh negara ini? Perubahan secara mendasar dan revolisioner, yakni merubah sistem demokrasi mengganti sistem islam. Seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah sebagai hamba Allah, harusnya berpikir bahwa hidupnya pun harus diatur sesuai dengan aturan-aturan yang telah diciptakan oleh-Nya. Bukan hanya pada aspek-aspek ibadah mahdah; seperti shalat, zakat, puasa, naik haji, dll. Melainkan mau diatur dengan aturan Allah pada bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kesehatan, dll.
Allah SWT telah berfirman: “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan   yang sempit.” (TQS. Thaha [20]: 124). Imam Ibn Katsir menjelaskan: “Allah  SWT berfirman, ‘Dan barang siapa yang berpaling dari peringatanku’ yakni menyalahi perintah (ketetapan)-Ku dan apa yang Aku turunkan kepada Rasulku, berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil yang lain sebagai   petunjuknyaa ‘maka baginya kehidupan yang sempit’ yakni dunia”.  
Saatnya perubahan sistem diwujudkan. Semua itu bisa diwujudkan melalui perjuangan dakwah, yang sesuai dengan thariqah (metode) dakwah Rasulullah saw. Inilah jalan yang haq, yang dijamin akan menghasilkan kemenangan hakiki dan tegaknya al-haq, yaitu penerapan syariah secara kaffah dalam naungan khilafah. “Dan bahwa ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (TQS. Al-An’am [6]: 153).


*Oleh Afnan Faizah
Mahasiswi semester.4 Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia UNTIRTA. 
Aktivis MHTI Chapter Kampus Kota Serang.