Pages

Jumat, 02 Mei 2014

PERUBAHAN HAKIKI: TIDAK CUKUP DENGAN PERGANTIAN ORANG DAN REZIM*



Dalam catatan sejarah, Indonesia telah sebelas kali melaksanakan pemilu. Rezim pun telah berganti, dari masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi yang masih dipertahankan sampai saat ini. Selama pergantian rezim, serta pemimpin nampaknya Indonesia tidak menunjukan perubahan yang semakin membaik. Justru yang terjadi, semuanya malah menjadi terpuruk dan tentu jauh dari kata sejahtera. Padahal rezim telah runtuh dari satu rezim ke rezim yang lain, dan semuanya itu menuntut hal yang sama; yakni perubahan.
Pemilu yang telah dilangsungkan beberapa minggu lalu, seolah menjadi kepercayaan bahwa Indonesia akan lebih baik untuk lima tahun ke depan; khususnya. Masih banyak masyarakat yang masih percaya, bahwa dengan jalan pemilu lah Indonesia masih bisa selamat. Memang pemilu merupakan salah satu uslub (cara) yang boleh ditempuh dalam memilih seorang pemimpin. Akan tetapi, pemilu ini hanya dijadikan satu-satunya cara untuk pemerolehan kekuasaan.
Telah kita ketahui, bahkan telah menjadi rahasia umum. Bahwa calon legislatif telah banyak yang menjadi gila karena tidak terpilihnya untuk menduduki kursi legislatif. Tak sedikit juga para calon yang awalnya berniat tulus memberikan bantuan kepada masyarakat, tapi karena tidak terpilih orang tersebut menarik kembali pemberiannya. Tidak sedikit pula masyarakat yang buta akan hal ini. Akan tetapi semuanya sangat disayangkan, karena dengan fakta yang ada masyarakat masih mempercayai pemilu dalam sistem demokrasi seperti sekarang.
Saatnya Perubahan Hakiki: Bukan Orang, Bukan Rezim
Rezim telah berganti, rakyat selalu menuntut perubahan seiring bergantinya rezim. Orde Lama berganti menjadi Orde Baru, lagu berganti lagi menjadi Reformasi. Semua itu telah terjadi melalu proses yang panjang. Hanya saja sangat disayangkan, dengan proses yang panjang tersebut Indonesia bukan semakin maju tetapi malah semakin mundur. Belum lagi, pergantian orang yang setiap lima tahunnya terjadi. Menetapkan aturan yang tidak pro terhadap rakyat, melainkan pro terhadap dirinya sendiri (penguasa) dan pengusaha. Tidak dipungkiri, carut marut dan kebobrokan terlihat dari segala aspek.
Diantaranya adalah pada tahun 1967 DPR mengeluarkan UU PMA (Undang-undang Penanaman Modal Asing) bagi masuknya Freeport. DPR Pasca Reformasi pun menyempurnakan penguasaan asing di Indonesia melalui UU Penanaman Modal, UU Perbankan, UU Minerba, UU Migas, UU Sumber Daya Air, dll. Gunung emas yang terdapat di Papua, bukanlah lagi menjadi gunung semenjak dikelola oleh PT.Freeport, yang terjadi gunung tersebut berubah menjadi lembah yang amat dalam jika dilihat dari tampak atas. Lalu dari produksi minyak di Indonesia 90% nya dikuasai oleh asing, yakni Total (30%), Exxon Mobil (17%), Vico (BP-Eni Joint Venture, 11%), Conoco Phillips (11%), BP (6%), dan Chevron (4%) (sumber: Kementrian ESDM, 2008). Selanjutnya kasus yang tak pernah luput dari berita di televis adalah tentang nasib para TKW yang mengadu nasib di negeri orang. Ada yang sampai ingin di hukum mati, tapi kebanyakan dari penguasa hanya melakukan solusi secara parsial (sebagian). Belum lagi kemiskinan yang sangat kental di Indonesia, kemiskinan menjadi salah satu komponen yang sangat sulit terputus untuk kemajuan Indonesia. Menurut (Media Indonesia, 2006) 100 juta  (50%) penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut (BPS, 2009) angka pengangguran bertambah menjadi 113, 74 juta orang. Fakta tersebut telah diteliti beberapa tahun yang lalu. Bisa jadi untuk tahun sekarang angka-angka tersebut akan naik drastis. Karena sudah banyaknya totonan tentang keterpurukan rakyat yang ditayangkan di televisi. Tidak pernah ada celah sedikitpun, seseorang bisa aman dan nyaman untuk tinggal di negara ini.
Demokrasi merupakan sumber masalah dari semua ini. Demokrasi jelas telah menghasilkan orang dan rezim yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Demokrasi melahirkan orang-orang yang tidak memiliki hati nurani, pragmatis, dan ingin selalu untung. Indonesia memang telah berganti orang dan rezim sacara berulang-ulang. Akan tetapi sekali lagi, semua itu tidak menjadikan Indonesia semakin maju. Harusnya ada perubahan mendasar atas semua problematika yang terjadi pada negara ini. Perubahan solutif yang dapat mengentas segala keterpurukan yang terjadi. Perubahan yang bukan dari pergantian orang dan rezim. Memang, masih banyak orang baik di Indonesia ini, bahkan sangat banyak. Tapi dari kejadian-kejadian yang pernah terjadi, orang-orang baik tersebut tidak mampu untuk mewarnai. Yang ada mereka malah ikut terwarnai, dan ikut-ikutan menjadi tidak baik. Lantas, perubahan apa yang harusnya diusung sampai di terapkan oleh negara ini? Perubahan secara mendasar dan revolisioner, yakni merubah sistem demokrasi mengganti sistem islam. Seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah sebagai hamba Allah, harusnya berpikir bahwa hidupnya pun harus diatur sesuai dengan aturan-aturan yang telah diciptakan oleh-Nya. Bukan hanya pada aspek-aspek ibadah mahdah; seperti shalat, zakat, puasa, naik haji, dll. Melainkan mau diatur dengan aturan Allah pada bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kesehatan, dll.
Allah SWT telah berfirman: “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan   yang sempit.” (TQS. Thaha [20]: 124). Imam Ibn Katsir menjelaskan: “Allah  SWT berfirman, ‘Dan barang siapa yang berpaling dari peringatanku’ yakni menyalahi perintah (ketetapan)-Ku dan apa yang Aku turunkan kepada Rasulku, berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil yang lain sebagai   petunjuknyaa ‘maka baginya kehidupan yang sempit’ yakni dunia”.  
Saatnya perubahan sistem diwujudkan. Semua itu bisa diwujudkan melalui perjuangan dakwah, yang sesuai dengan thariqah (metode) dakwah Rasulullah saw. Inilah jalan yang haq, yang dijamin akan menghasilkan kemenangan hakiki dan tegaknya al-haq, yaitu penerapan syariah secara kaffah dalam naungan khilafah. “Dan bahwa ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (TQS. Al-An’am [6]: 153).


*Oleh Afnan Faizah
Mahasiswi semester.4 Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia UNTIRTA. 
Aktivis MHTI Chapter Kampus Kota Serang.

Tidak ada komentar: