Naskah
drama yang sebenarnya memiliki cerita hampir sama dengan Sayang Ada Orang Lain. Menceritakan masalah yang terjadi di dalam
biduk rumah tangga. Konflik yang terjadi di dalam cerita Malam Jahanam dan Sayang Ada
Orang Lain, hampir serupa, yaitu dengan hadirnya orang ketiga. Meski dalam
cerita Malam Jahanam orang ketiga
lebih jelas. Permasalahan biduk rumah tangga yang terlalu rumit dalam kisah
ini. Hadirnya orang ketiga, sedangkan orang ketiga tersebut adalah sahabat dari
suami itu sendiri. Belum lagi Paijah (istri) yang selalu merasa terbebani
dengan sifat suaminya, karena sang suami lebih mencintai burung peliharaannya
daripada mencintai istri dan anaknya sendiri. Wajarlah bila sosok Soleman
(orang ketiga) bisa mengisi hati Paijah. Lebih parahnya, pasti kisah ini tidak
hanya terjadi di dalam sebuah cerita. Melainkan terjadi di dunia nyata, sejak
dulu sampai sekarang.
Setelah Membaca Naskah Malam Jahanam
Awal
membaca kisah ini sebenarnya saya tidak mengerti cerita ini berkisahkan tentang
apa. Sampai harus membaca dua kali, barulah saya mengerti apa yang ada dalam
cerita ini. Rupanya, tentang perselingkuhan. Lantas, saya juga bertanya-tanya,
mengapa harus diberi judul Malam Jahanam?
Rupanya, ada tragedi malam hari yang sangat tak bisa termaafkan. Hanya karena
seekor burung, Mat Kontan dan Soleman bisa ingin saling membunuh. Lalu, yang
menjadi korban bukanlah diantara keduanya, melainkan Utai. Belum lagi, kasus
perselingkuhan antara Paijah dan Soleman yang terkuak, yang mencuat dari
pengakuan Soleman sendiri. Disebabkan anak yang ada bersama Paijah itu adalah
anak kandung dari Soleman, bukanlah anak
dari Mat Kontan. Belum lagi Soleman memiliki masa lalu yang kelam. Ketika
ayahnya ditembak mati lantaran selingkuh dengan istri polisi, ibunya pun juga tukang selingkuh. Baginya, sifat ayahnya
itu adalah jahanam, dan ia pun menamai sifat yang melekat pada dirinya adalah
jahanam. Alhasil, dirinya pun tak ingin memiliki istri karena takut kelakuannya
akan sama seperti ibunya. Pertengkaran yang terjadi antara Mat Kontan dengan
Soleman memang berawal dengan sengit, saling mencaci dan mengeluarkan kata-kata
tak sopan. Namun, Mat Kontan memiliki hutang jasa kepada Soleman. Sebab Soleman
lah yang menolongnya dari tragedi pasir hidup yang dahulu sempat akan merenggut
nyawanya. Setiap kali, Mat Kontan diperdengarkan oleh Soleman mengenai masa
lalunya itu, ia merasa tak kuasa dan seketika lemah.
Membaca
naskah ini adalah hal yang ironi bagi saya. Rupanya kasus-kasus seperti ini
tidak hanya terjadi di zaman sekarang, melainkan sejak dahulu. Tentu sajalah,
ada sebuah cerita pasti karena ada kisah nyata yang terjadi. Saya tak pernah
habis pikir saja, mengapa kisah seperti ini terus-menerus terjadi. Inilah
degradasi moral yang terjadi pada masyarakat. Buah dari paham sekularisme;
paham yang memisahkan kehidupan dan agama. Padahal, kalau seseorang sudah
menanamkan agama pada dirinya, keluarga, masyarakat, dan negara, kisah-kisah
seperti ini tidak perlu ada lagi. setidaknya hanya bisa dijadikan sebagai
pelajaran atau arsip. Tidak lagi-lagi harus terulang. Kisah sama, dengan zaman
dan pelaku yang berbeda. Sekali lagi, ini adalah hal yang ironi bagi saya.
Renungan Untuk Kita, Jadikan
Refleksi
Merenung,
adalah hal yang pantas untuk kita lakukan setelah membaca naskah drama ini.
Setidaknya, kita bisa menggali apa yang mendasari mengapa cerita tersebut bisa
sampai dibuat menjadi teks drama. Telah saya katakan di awal tadi, bahwasannya
sebuah kisah pasti bisa terjadi karena sebelumnya pernah terjadi dalam
kenyataan.
Lantas,
apa yang seharusnya direnungkan? Biduk rumah tangga antara Mat Kontan dan
Paijah yang semestinya layak untuk kita renungkan. Betapa tidak, membaca naskah
ini merupakan suatu pelajaran berharga. Sebagai kaum pemikir, dan intelektual
seharusnya kita jangan hanya menjadikan kisah tersebut hanya untuk dinikmati,
melainkan juga untuk direnungkan. Karena
jika kisah-kisah yang dibaca hanya untuk direungkan, untuk apa pula kita
memiliki otak dan akal. Sama saja kita tidak memfungsikan otak dan akal yang
kita miliki, untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Dijelaskan
dalam naskah bahwa Mat Kontan adalah pencinta burung, bahkan lebih mencintai
burung daripada mencintai istri dan anaknya. Sehingga timbulah ketidaknyamanan
bagi si istri karena menerima perlakuan suami yang demikian. Selain itu, Mat
Kontan yang sering meninggalkan istrinya sendirian di rumah, sehingga jelas saja
terjadi peluang untuk berselingkuh. Apalagi, menurut keterangan pada naskah
drama, Mat Kontan adalah seseorang yang sebenarnya tidak bisa memiliki
keturunan (mandul).
Semua
itu terjadi karena tertanamnya nilai-nilai sekuler pada diri manusia. Maka dari
itu, janganlah sampai kita bersikap demikian. Singkirkan nilai-nilai sekuler
itu dari dalam diri kita. Semua itu bisa ditempuh dengan terus mengkaji islam,
supaya kita sebagai calon ayah dan ibu bisa memahami bagaimana kewajiban dan
hak seorang istri, atau pun suami. Saya yakin, jika setiap orang sudah mengjaki
secara terus-menerus, tentulah kisah-kisah perselingkuhan tidak akan terjadi
lagi.[]
*Oleh: Afnan Faizah
Sebagai tugas mata kuliah Apresiasi Drama
Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia UNTIRTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar